
1) Mengenal Allah
Untuk mengenal Allah, seorang suster FCh pertama-tama mesti mengenal diri apa adanya dan mengenal kedosaannya; kerapuhan dan keterbatasannya. Ketika seseorang menerima diri sendiri dan menilai dirinya secara nyata dan positif, baik secara psikologis dan seluruh keberadaannya, ia sendiri membuka banyak kemungkinan untuk berelasi dengan “yang bukan aku”. Artinya, ia siap membangun relasi dengan yang lain atau realita di luar dirinya. Perjumpaan yang apa adanya atau spontan atau yang asli dan otentik dengan dirinya sendiri adalah “tanah” subur baginya untuk dapat membangun dengan sehat relasi dengan sesama yang lain, benda-benda, alam dan dengan Allah sendiri. Hanya seorang yang sungguh-sungguh mengenal dirinya, baik kemampuan dan keterbatasannya-lah, mampu menjadi pribadi yang siap untuk melayani, menjadi utusan, dan mengenal kebutuhan dan mengatasi keterbatasannya, dan siap berubah ke arah yang lebih baik.
Dengan menyadari kedosaan dan kerapuhannya, para suster akan mudah untuk menerima dan mengalami serta mengakui belas kasih Allah. Belas kasih Allah dapat dirasakan melalui ciptaan, dan ungkapan kebaikan Allah khususnya melalui perkataan, hidup dan ajaran Tuhan Yesus Kristus yang kita dalami melalui Injil. Dengan mengenal Allah yang berbelas kasih, manusia akan mudah datang kepada-Nya, meminta ampun atas kekhilafan dan dosa-dosa yang dilakukannya dan melakukan pertobatan.
2 ) Menyembah Allah
Para suster menyembah Allah bukan hanya dengan melakukan ritual kultis, namun lebih pada meluhurkan dan menyadari kehadiran Allah dalam setiap peristiwa kehidupan sehari-hari.
Menyembah Allah bukan semata-mata hanya dalam doa pribadi atau doa bersama. Menyembah Allah yang dimaksudkan di sini adalah, menyadari kehadiran Allah setiap saat, di sini dan kini.
Menyembah Allah lebih pada sikap batin dan kemurnian hati serta budi yang membuat seluruh perhatian terpusat pada Tuhan “siang dan malam.”[1] Dengan kesadaran utuh akan kehadiran Allah dalam setiap peristiwa hidup setiap saat, manusia akan dapat mengendalikan dan menguasai dirinya sehingga tidak jatuh dalam dosa yang sama. Dan ketika mengalami kegagalan atau jatuh dalam dosa, pribadi yang menyadari bahwa Allah menyertainya akan bergegas kembali pada jalan yang benar dan segera datang memohon ampun kepada-Nya.
[1] Bdk. 2 SurBerim 21.
Tinggalkan Balasan